MENJELANG SEPTEMBER
Oleh: Ananda Musdalifah
Foto ilustrasi penulis |
Pagi tadi
kembali kusambangi
halaman waktu
yang mulai meredup
dililit sulur-sulur
liar yang merimbun
diselubungi udara yang
melembap
dipenuhi aroma atsiri
yang merebak
Kubisikan resah hati
pada beberapa ranting yang sejak lama menggugurkan daunnya
mungkinkah bila kembali
kunyalakan halaman waktu
dengan cahaya berpendar
dengan gelak tawa yang
kadang bercampur teriak tangis dan amarah
dengan segala riuh
rendah yang ternyata indah
saat menjelma kenangan
Halaman waktu menjadi saksi
atas setiap permainan kami
bersama raga-raga
perantara
membuat kami hidup,
berkembang-biak, terurai, dan lahir kembali
lalu berakhir dalam
satu waktu
saat satu per satu
ditinggalkannya raga-raga itu
Pagi tadi
Di halaman waktu
Kepalaku tertengadah
mengadu dan mengaduh
atas setiap langkah
yang tersaruk atau jiwa yang terpuruk
Entah mengapa, entah
pada siapa.
Harusnya kulanjutkan
melempar potongan gelisah ke dalam sekotak pendingin seperti biasa
Membiarkannya merimbun
jadi sunyi dan sepi hingga bertemu September lagi
Lantas mengunci, melangkah
pergi, demi melanjutkan hari
Namun
kali ini berbeda
Gelisah itu
kupotong-potong sekecil dadu
Sebagian berhasil
kutelan, sebagian lagi kusimpan untuk kembali kumakan.
Tubuhku kalap
memberontak tak terima
Memukul setiap sendi
hati, juga menggerogotinya, hingga meninggalkan luka
Tapi aku adalah Si Jumawa
dengan rimbunan luka, akan kuperlihatkan caraku melawan
Kuhancurkan gembok pada
sekotak pendingin, kubuka lebar-lebar
Menguarlah beragam
sekresi masam dan uap garam yang sejak lama terpendam
Membungkus tubuh kurang
ajar yang kalap memberontak
meneteskan masam dan
garam pada setiap luka menganga yang ditinggalkan
Tubuhku semakin
memberontak, teriak, terus teriak sampai salah satu telinga terasa pekak
Dan akhirnya gerakannya
menggelepar, suara paraunya berusaha berteriak,
butuh
berapa banyak September lagi yang harus kulalui seperti ini?
Aku termangu
Masuk ke dalam tubuhku,
mengunjungi luka-luka tadi, bukan untuk mengobati
Aku bersemayam
dari satu luka ke luka
lain, menikmati beragam sensasi perih
Sambil memejam mata dan
berkata,
Aku
pun tidak tahu, masih berapa banyak September lagi yang harus kita lalui
seperti ini.
Cikande,
Agustus 2022
Sastrawi sekali
BalasHapusHehe semoga tetap bisa dimengerti^^
Hapus