..sambungan.. (sebelum membaca
cerita ini silakan mampir ke tulisan sebelumnya SEKILAS KISAH 1)
SEBUAH SURAT: DARI MASA
LALU
Oleh: Ananda Musdalifah
Tasya dan teman-temannya sudah
berada di ruang kelas. Asyik menyantap makanan sambil menanggapi satu-dua topik
obrolan. Vey mengganti topik baru.
“Bentar
lagi pemilihan Ketua OSIS. Kakaknya mantan gue nyalon tuh.”
“Lah
ngapain ngomongin kakaknya mantan, cowok lo ‘kan juga nyalon.” Shi menjawab
menimpali ucapan Vey.
“Ya
napa sih. Tapi lo pada pilih Kak Galuh ya..”
Obrolan pun langsung beralih pusat
tentang Vey dan pacarnya–Kak Galuh.
Kalau topik ini sudah dibahas, Tasya harus bersiap jadi bulan-bulanan ejekan. Maka
dia memilih melipir keluar kelas. Membuang sampah. Berhenti menyimak.
Semenjak hari itu, topik pemilihan
Ketua dan Wakil Ketua OSIS selalu menduduki pilihan utama yang wajib dibahas.
Mau bagaimana lagi, Vey–teman selebritis mereka– menjalin hubungan dengan Kak
Galuh, senior yang cukup populer saat itu. Tim inti basket, kandidat ketua
osis, dan jangan lupakan paras ala bule-nya yang menjadikannya tipe idaman para
gadis ABG di sekolah. Vey juga beberapa kali membahas kakak mantannya yang
menjadi rival Kak Galuh di Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Osis. Dan terus
berlanjut ke adiknya, Kino.
Memang nasib Tasya, sudah mata
minus, tidak pakai kacamata, dapat giliran duduk paling belakang, pelajaran IPS
disuruh mencatat seabrek, ditambah teman semeja seperti Vey yang mulutnya
menyimpan aliran cerita yang tidak pernah habis. Tasya hanya pasrah
mendengarkan sambil menyalin catatan IPS dari buku Vey, karena tulisan di papan
tulis tidak terlihat. Namun, kisah hidup manusia memang saling berkelindan,
sebab-akibat, berkaitan. Setelah jam pelajaran berakhir, mereka pun beranjak
pulang. Vey sengaja mengajak melintasi lorong kelas delapan di lapangan utama
supaya bisa ‘lihat-lihat’ senior. Ketika berjalan, Tasya kembali melihat ‘seseorang’
yang pernah ditemuinya tempo hari. Sebenarnya beberapa hari terakhir pun Tasya
sempat melihatnya, tapi tidak dihiraukan. Toh, dia sama saja seperti siswa lain
di sekolah itu yang punya kesibukan dan urusan, jadi apa spesialnya?
Namun kali ini ‘seseorang’ itu
berjalan ke arah Tasya dan teman-temannya sambil menatap intens ke arah mereka.
Membuat Tasya agak panik, bingung, dan jantung berdegup tidak normal. Mati gue, orang ini kenapa nyamperin. Emang gue
salah ngeliat dia dari kemarin? batin Tasya.
Tiba-tiba Vey bersuara.
“Kak
Rasya.. Liat Kak Galuh?”
“Enggak.”
“Oh.
Siang basket gak?”
“Basket,
nanti mau ngomongin baju juga.”
“Oke
Kak. Makasih ya.” Balas Vey riang. Lalu mereka kembali jalan.
Padahal Vey juga sudah tahu
informasi tentang basket itu dari senior yang lain. Memang dasar cari perhatian aja, batin Tasya. Tapi lupakan soal
itu, Tasya hendak bertanya.
“Orang
yang tadi itu kelas delapan juga? Temen Kak Galuh?”
“Iya.
Itu loh, Kakaknya Kino, mantan gue. Masa gak tahu?”
“Mana
gue tahu, Kino aja gue gak tahu yang mana.”
“Ya
elo makanya nanya. Terus kalo jalan lihat ke kanan-kiri, jangan nunduk doang.
Yang lain udah tahu, lo belom. Kudet ah.”
“Kakak
kelas yang tadi namanya Rasya?” Tanya Tasya tidak memedulikan ucapan Vey.
“Tau
ah. Makanya lo kalo gue cerita didengerin. Jangan buang sampah aja kerjanya.”
Tasya
hanya bergeming.
“Kenapa
emang, tumben lo nanya-nanya.”
“Enggak,
heran aja lo kayak akrab banget tadi ngomongnya. Gue udah panik tadi,
jangan-jangan kita mau disuruh operasi semut lagi. Males banget.”
“Ngaco!
Dia rumahnya deket sama rumah gue, sama-sama basket juga. Terus satu lagi, dia
Kakaknya Kino, mantan gue. Dengerin sih kalo gue cerita, Sya.”
“Iyaa..
Bawel amat sih!”
“Terus
ya, Kak Rasya udah punya pacar.” Ujar Vey dengan tatapan agak mengintimidasi.
Mulai dari perjalanan menyebrang
jalan sampai naik ke dalam angkot, topik yang dibicarakan Vey berlanjut seputar
Kak Rasya dan Sang Pacar. Teman-teman gerombolan pulang mereka antusias dan
takzim mendengarkan Vey, sesekali bertanya atau berpendapat menimpali. Vey memang
top. Informan andalan. Manusia-manusia di angkot yang tidak mengenal mereka juga
ikut curi-curi dengar. Seketika suasana angkot jadi senyap saat Vey sudah tiba
dan turun di tempat tujuan. Vey melambaikan tangan. Tasya hanya tersenyum tipis
melihat tingkah teman semejanya. Tapi salah besar kalau kalian mengira Tasya
tidak peduli atau tidak mendengarkan cerita tadi. Tasya justru sungguh-sungguh
mendengarkan, bahkan tidak sadar mengingatnya, dan boleh jadi mengingatnya
lebih dari yang lain.
****
..bersambung..
Komentar
Posting Komentar