Penerapan 12 Nilai Dasar Perdamaian untuk Merawat Karakter Kepahlawanan pada Generasi Muda sebagai Pelopor Pahlawan Masa Kini
Penerapan 12 Nilai Dasar Perdamaian untuk Merawat Karakter Kepahlawanan pada Generasi Muda sebagai Pelopor Pahlawan Masa Kini
Oleh: Ananda Musdalifah
“Setiap masa ada orangnya. Setiap
orang ada masanya.”
Seperti
halnya perjalanan hidup, perjuangan harus terus berlanjut dan diestafetkan ke generasi
berikutnya di masa mendatang. Perjuangan para pahlawan di setiap era memiliki
caranya masing-masing. Pahlawan di era kolonial berjuang mengusir para penjajah
dengan berperang dan adu gencatan senjata. Sementara pahlawan masa kini
berjuang untuk memberikan kontribusi positif
yang dilakukan secara konsisten dimulai dari hal-hal terkecil.
Meskipun bungkus perjuangannya berubah, nilai dan kualitas kepahlawanan generasi muda masa kini harus tetap terjaga. Kita wajib merawat nilai patriotisme, cinta tanah air, rela berkorban, serta berani memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk terus tumbuh dalam jiwa generasi muda. Namun selain nilai-nilai tersebut, Indonesia juga membutuhkan generasi muda yang berkarakter.
Sayangnya, saat ini krisis moral dan karakter tengah melanda generasi muda. Salah satu contohnya, marak sekali pemberitaan mengenai kasus perundungan di media sosial. Tak hanya kasus perundungan sesama teman, bahkan kerap pula terjadi perundungan siswa terhadap guru.Krisis moral yang tak terkendali di usia muda, maka dapat terus berlanjut hingga dewasa.
Lalu oleh siapa semangat dan nilai kepahlawanan akan diestafetkan? Apakah bangsa ini akan dipimpin oleh pemimpin yang terdegradasi moralnya? Jika dibiarkan seperti itu, kelak akan semakin banyak tindakan penyelewengan dan penyalahgunaan seperti korupsi, kolusi, nepotisme, rasisme yang akan memicu konflik untuk mementingkan diri sendiri dan berujung pada kehancuran bangsa.
Maka
dari itu pendidikan karakter sangat dibutuhkan, karena karakter dan moral yang
terdidik menjadi syarat utama untuk menjadi pahlawan masa kini. Pendidikan
karakter adalah komponen utama yang diperlukan untuk merawat karakter
kepahlawanan tetap melekat pada generasi muda.Hal ini bertujuan agar generasi
muda menjadi pribadi yang berintegritas, bertanggung jawab, jujur, serta memiliki
empati dan berbagai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Tujuan tersebut tentu selaras dengan 12 Nilai Dasar Perdamaian yang digaungkan oleh Peace Generation. Peace Generation menyebarkan Nilai Dasar Perdamaian sebagai formula utama pendidikan karakter pada masyarakat, khususnya generasi muda Indonesia.
Nilai tersebut diklasifikasikan menjadi tiga alur besar yang terdiri
dari berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan orang lain, dan resolusi
konflik. Tiga alur besar ini mencakup dua belas nilai diantaranya: Menerima
Diri, Prasangka, Perbedaan Etnis, Perbedaan Agama, Perbedaan Gender, Perbedaan
Status Ekonomi, Perbedaan Kelompok/Suku, Keanekaragaman, Konflik, Menolak
Kekerasan, Mengakui Kesalahan, dan Meminta/Memberi Maaf.
Taufik (2014) menyatakan bahwa metode pendidikan karakter meliputi tiga macam yaitu pemahaman, pengulangan atau pembiasaan, dan keteladanan (modelling). Pernyataan tersebut sejalan dengan metode TANDUR yang digunakan oleh Peace Generation.
TANDUR adalah akronim yang berisi enam tahapan untuk mengajarkan 12 Nilai Dasar Perdamaian. Keenam tahapan tersebut meliputi: (1) Tumbuhkan minat, (2) Alami prosesnya, (3) Namai inti pelajarannya, (4) Demonstrasikan dengan contoh konkret, (5) Ulangi untuk memperkuat pemahaman, (6) Rayakan, syukuri atas semua proses yang telah dilewati.
Keenam tahapan TANDUR ini akan menciptakan
ritme pembelajaran yang dinamis dan tidak monoton, tetapi tetap terukur. Tentunya,
ini menjadi target capaian utama untuk menyajikan materi pendidikan karakter
yang menyenangkan dan efektif. Selain itu, penyampaian materi juga dilakukan
dengan berbagai jenis aktivitas dan menggunakan media kreatif yang berkolaborasi
dengan guru, pendidik, dan generasi muda sebagai agen perubahan.
Pentingnya
pendidikan karakter pada generasi muda, tidak membuat pergerakan ini terpusat
di satu titik saja. Peace Generation juga membentuk chapter-chapter yang tersebar
di berbagai provinsi dan kota. Chapter ini dijalankan dan dikembangkan secara
mandiri oleh para pemuda daerah. Sehingga tidak hanya menjalankan program pusat,
tetapi juga menelurkan kreasi kegiatan-kegiatan inovatif yang tetap
berlandaskan pendidikan karakter dan perdamaian.
Banyak kegiatan atau program yang telah sukses
terlaksana, dua contoh di antaranya yaitu kegiatan Peacesantren dan Peace Camp.
Peacesantren merupakan kegiatan tahunan yang rutin diadakan setiap bulan ramadan
yang menargetkan pelajar SLTA/SLTP sederajat. Peacesantren ini digagas menjadi
pesantren kilat inklusi yang menyajikan keseruan belajar toleransi dan
perdamaian. Umumnya, nilai yang disajikan adalah nilai perbedaan agama, etnis,
kelompok/suku, gender, status ekonomi, dan keanekaragaman.
Dengan memahami nilai tersebut, para peserta akan bertambah wawasannya terkait perbedaan antara dirinya sendiri dan banyak orang/hal di sekitarnya. Memahami bahwa perbedaan merupakan hal wajar dan anugerah pemberian Tuhan yang harus disikapi dengan bijak.
Bulan suci ramadan
merupakan momentum yang tepat untuk menyuburkan nilai-nilai persaudaraan, rasa
solidaritas, cinta tanah air dan loyalitas generasi muda di tengah kebinekaan
bangsa Indonesia. Pada akhirnya, target capaian tersebut akan kembali merujuk
pada bertambahnya keimanan masing-masing peserta pada agama dan kepercayaan
yang dianut, dengan kesadaran penuh untuk tetap menghormati perbedaan.
Kegiatan
berikutnya adalah Peace Camp. Kegiatan ini menyasar pada generasi muda usia 18
s.d. 35 tahun yang menyajikan 12 Nilai Dasar Perdamaian lengkap dengan materi Anti-Bully. Pemberian materi pada
kegiatan ini dilakukan dengan lebih mendalam. Karena target capaiannya tidak
hanya memberikan pemahaman, tetapi juga pembekalan materi terkait metode
pengajarannya. Peserta yang mengikuti Peace Camp akan dilatih untuk menjadi
mentor/fasilitator.
Para peserta Peace Camp akan diajak mengenal lebih dalam dengan karakter dirinya sendiri terlebih dahulu. Berkenalan dengan kelebihan, kekurangan, potensi, kegagalan, dan cita-cita/tujuan yang ingin dicapai. Menyelami luka masa lalu dan berdamai dengan diri sendiri.
Pertanyaannya, mengapa pendidikan karakter dan perdamaian
harus melalui tahap ini? Sebab jika telah berdamai dan selesai dengan diri
sendiri, seseorang akan lebih mudah untuk berbaik sangka dengan segala
perbedaan dan konflik yang ada di luar. Bagaimana seseorang bisa memberikan
kedamaian jika dirinya sendiri belum damai? Bagaimana seseorang bisa meneladani
karakter positif kepahlawanan jika karakternya sendiri masih berantakan?
Setelah berdamai dengan diri sendiri, peserta akan disajikan fakta-fakta permasalahan terkait nilai-nilai di kategori perbedaan. Memaknai bahwa perbedaan etnis, suku, agama, kelompok, dan strata ekonomi adalah isu identitas yang masih hangat hingga saat ini. Tak jarang perbedaan ini memicu prasangka buruk antarkelompok tersebut. Saat prasangka buruk tak kunjung padam, akibatnya akan timbul diskriminasi yang berujung pada tindak kekerasan yang memecah belah masyarakat Indonesia.
Isu identitas akan semakin mendidih di momentum tertentu, misal saat ini
Indonesia tengah memasuki musim politik. Berbagai argumen tidak sehat dan
prasangka buruk bertebaran untuk saling menjatuhkan dan memecah belah. Padahal seharusnya pesta demokrasi dijadikan
sebagai momentum perbaikan jati diri bangsa.
Maka
dari itu, mendalami nilai ini akan menjadikan generasi muda memiliki karakter
untuk menghindari kecenderungan prasangka buruk dan berusaha untuk mengenali
serta menikmati perbedaan. Jika karakter ini telah melekat, generasi muda akan
memiliki pemahaman lebih luas terkait dinamika sosial. Karena tindakan saling
menjatuhkan dan memecah belah diawali dengan kondisi tidak saling memahami.
Setelah mendapat pemahaman ini, peserta juga diajak untuk menyadari bahwa konflik pasti akan tetap terjadi. Namun, respons seseorang terhadap konflik akan menentukan akibatnya. Apakah hubungan yang terjalin menjadi rusak atau justru menjadikannya lebih erat dan mendewasakan.
Pada nilai ini perlu ditanamkan
bahwa kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk menemukan solusi atas
konflik yang dihadapi. Konflik akan terselesaikan jika semua pihak memiliki
kedewasaan untuk duduk bersama dengan kepala dingin. Sehingga tumbuh kesadaran
untuk saling lapang dalam meminta dan memberi maaf.
Itulah dua contoh dari kegiatan rutin yang telah terlaksana. Masih banyak kegiatan dan program lainnya yang digunakan untuk mengajarkan pendidikan karakter dan perdamaian. Mulai dari kegiatan berbasis tatap muka, daring (online), dan juga kampanye melalui konten-konten mendidik di sosial media.
Penting pula untuk memahami bahwa prinsip dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pendidikan karakter jangan sekedar program oriented tapi harus impactful oriented. Oleh karena itu, pendidikan karakter melalui metode ini mendapat berbagai sambungan hangat dan respons positif dari generasi muda dan masyarakat.
Namun begitu, tak hanya Peace Generation yang mampu mengembangkan metode ini. Seluruh masyarakat dan generasi muda juga memiliki kesempatan mereplika metode ini untuk merawat karakter dan nilai kepahlawanan. Karena nilai-nilai kepahlawanan perlu diadaptasi dengan tepat sesuai dengan konteks dan relevansinya.
Perlu pula untuk dijunjung tinggi dengan penuh kebanggaan dan diimplementasikan dalam berbagai kegiatan pembangunan, pengembangan diri, dan kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran sejarah mengenai perjuangan pahlawan dari sosok Cut Nyak Dhien sampai Frans Kaisiepo tidak hanya tertulis dalam kata-kata tapi ikut hidup dalam jiwa generasi muda. Tak cukup menjadikannya rest in paper tapi harus live in society.
Mari kita maknai semangat dan nilai kepahlawanan dengan menjadi pahlawan masa kini yang berkarakter, berkontribusi positif di berbagai bidang kehidupan, dan mampu mewujudkan generasi emas yang menciptakan perubahan gemilang untuk Indonesia, saat ini dan masa yang akan datang.
#SelamatHariPahlawan
#10November2023
Komentar
Posting Komentar