GENERASI MUDA WAJIB TERDIGITALISASI?
Oleh: Ananda Musdalifah
Banner Kegiatan (Sumber: Dok. Pribadi) |
Tren mengunggah status di media sosial
sudah menjadi hal lumrah yang merambah pada kebutuhan primer masyarakat dunia
masa kini. Semua orang seolah ‘wajib lapor’ tentang segala hal yang telah dan
sedang dilakukan ke media sosial. Kamu sedang belajar, bekerja, belanja, makan,
minum, nonton, sedang di perjalanan atau kencan? Wah belum afdal kalau tidak
dilaporkan ke media sosial, Kawan. Satu minggu saja kamu alpa dari mengunggah
status, rasa-rasanya itu adalah hal janggal di era digital.
Sebagai anak muda semi-metropolitan
yang seharusnya tanggap dan cakap digital, saya termasuk orang yang
lamban–lebih tepatnya enggan– beradaptasi. Anggapan bahwa media sosial menyita
waktu, menularkan dampak psikologis buruk, cenderung membentuk pribadi yang
norak dan suka pamer menyelimuti pola pikir saya untuk menolak dan membatasi
penggunaannya. Sayangnya, saya abai dan telat menyadari bahwa hal-hal positif
bertumpah ruah jika kita bijak menggunakannya. Saat ini orang bisa tiba-tiba
melejit karir dan taraf hidupnya hanya karena bermedia sosial. Teknologi memang
menghadirkan banyak sekali penawaran atas perubahan gaya hidup manusia,
khususnya pada generasi muda. Internet dan seperangkat gawai canggih adalah wujud
transformasi kemunculan mesin pencarian seperti Google, diikuti dengan
perkembangan pesat munculnya berbagai platform
media sosial yang memudahkan segala akses informasi dan komunikasi, bahkan
eksistensi diri.
Kamu tahu soal personal branding, Kawan? Farco Siswijiyanto Raharjo mengatakan dalam bukunya yang berjudul The Master Book of Personal Branding (2019), personal branding merupakan cara seseorang untuk mengambil kendali penilaian orang lain atas diri individu tersebut. Cara itu adalah proses pembentukan persepsi masyarakat atau publik terhadap aspek yang dimiliki seseorang, yang meliputi kepribadian, kemampuan, nilai, serta persepsi positif yang ditimbulkan atau ada dalam diri seseorang. Sederhananya, branding sama saja dengan merek atau cap dagang, kamu ingin menciptakan merek seperti apa pada dirimu supaya bisa ‘menjual’. Nah, proses personal branding atau penjenamaan diri itu dipermudah dengan hadirnya kerumunan platform media sosial. Kalau sudah begini, mau tidak mau generasi muda wajib terdigitalisasi dong ya, lantas harus bagaimana?
Peserta Kegiatan (Sumber: Dok.
Pribadi)
Beberapa waktu lalu, saya tergabung
dalam tim pelaksana kegiatan bimtek bertajuk Bengkel Literasi Digital dengan
tema Literasi Berbasis Digital bagi Generasi Muda. Bimtek ini bertujuan
memberikan pelatihan dan peningkatan kompetensi peserta di bidang kebahasaan
dan teknik videografi. Selain mengonsep kegiatan, saya juga mendapat tugas
untuk mencari narasumber yang kompeten. Lalu saya mencoba menelusuri beberapa relasi
yang saya miliki dan mendapati beberapa kandidat. Letak masalahnya adalah
bagaimana cara untuk mengetahui seperti apa kompetensi para kandidat ini?
Sempat terpikir untuk langsung menghubungi para kandidat, menanyakan kompetensi,
dan meminta portofolio, tapi urung, sepertinya itu bukan langkah yang cermat. Kami
sedang mencari narasumber, bukan membuka lowongan pekerja. Mengecek portofolio
lalu menolak atau mengabaikan karena tidak sesuai persyaratan terkesan kurang
sopan, bukan?
Akhirnya setelah melewati beberapa
diskusi, seorang teman di tim kegiatan kami menyarankan satu narasumber dan
langsung meminta kami mengecek akun media sosialnya. Setelahnya, dia
mempresentasikan secara singkat profil narasumber tersebut. Melewati sanggahan
dan satu-dua pertimbangan yang tidak terlalu lama, kami sepakat untuk langsung
menghubungi beliau. Cara yang aman, efektif, dan efisien. Maka saya melakukan
hal serupa pada kandidat narasumber yang lain. Rasanya seperti sedang stalking gebetan, melibas sampai
akar-akarnya, menyeleksi yang sesuai selera, memohon kesediaan, saling sepakat,
lalu berjodoh. Begitulah, saat ini mudah sekali menilai kapabilitas dan
kredibilitas seseorang, cukup lihat saja media sosialnya. Oleh karena itu,
penting sekali menentukan arah bermedia sosial untuk menciptakan good personal branding, Kawan.
Penulis bersama pemateri (Sumber:
Dok. Pribadi)
Membentuk good personal branding tentu memerlukan strategi khusus yang perlu diperhatikan. Tidak hanya asal mengunggah status di media sosial saja setiap hari. Kita perlu tahu preferensi atau kegemaran, kompetensi yang mumpuni, kebutuhan pasar/masyarakat, dan perolehan atau income yang ingin didapatkan. Di era digitalisasi seperti ini, semua diproses secara cepat. Maka kamu juga harus cepat memproses pengenalan dengan dirimu sendiri, Kawan. Kamu sudah pernah mendengar Ikigai? Sebuah konsep yang berisi nilai untuk menjelaskan makna hidup dan kebahagiaan bagi seseorang. Istilah ini berasal dari bahasa Jepang, Iki berarti kehidupan dan Gai berarti nilai. Singkatnya, kamu harus menemukan empat poin utama yang saling beririsan untuk memperoleh Ikigai-mu. Empat poin itu adalah what you love, what you are good at, what the world needs, dan what you can be paid for.
Ikigai (sumber: wikipedia.org)
Nah, kita coba bahas sedikit yuk. Pertama,
what you love dan what you are good at. Coba mulai
renungkan dan telusuri, apa sih yang kamu suka dan apa yang kamu kuasai. Cara
menemukannya, lihat dan rasakan hal apa yang ketika dikerjakan membuatmu merasa
nyaman, tertantang, dan tidak keberatan berkutat lama-lama. Kedua, what the world needs dan what you can be paid for. Coba mulai
riset kecil-kecilan hal-hal disekitarmu, apa sih yang sedang dibutuhkan. Hal
apa yang sedang digandrungi atau kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan oleh
masyarakat. Ketika mendapati celahnya, kamu bisa lihat peluang yang akan kamu
dapatkan (bayaran) ketika memenuhi kebutuhan tersebut. Konsep Ikigai menawarkan opsi pada kita untuk menjawab
kebutuhan banyak orang dengan apa yang kamu sukai dan kuasai lalu kamu mendapatkan
imbalan sepadan. Misalnya, kamu senang sekali berbagi motivasi pada orang lain
dan disaat bersamaan kamu juga menguasai teknik penyuntingan video. Orang-orang
sekitar pun berespons positif setiap kali kamu berbagi motivasi. Kamu bisa deh
buat video motivasi menarik, lalu unggah di YouTube, Instagram, Facebook, TikTok,
WhatsApp atau media sosial lainnya. Kalau kamu memang suka, harusnya sih
konsisten dan terus mengadakan upgrading
skill. Selain adsense, video
unggahan itu juga bisa jadi jejak digital sekaligus portofolio-mu yang siapa
tahu akan membawa rezeki tersendiri nantinya. Jejak digital itu barangkali menjadi
nilai tambah ketika melamar kerja, dilibatkan dalam projek besar, atau tiba-tiba
diundang sebagai pembicara. Siapa tahu ‘kan?
Menarik sekali. Semangat terus menulis nan😁
BalasHapusSemoga bermanfaat. Terima kasih sudah mampir Kak Rina. ❤️
HapusInspiratif, beud
BalasHapusAlhamdulillah. Makasii. 🙌
Hapus