CATATAN KENANGAN

PESAN KAYU PADA API

Oleh: Daswar Yusuf

Dok. Pribadi Alm. Daswar Yusuf

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Sapardi Djoko Damono

“Aku mencintamu dengan sederhana dan apa adanya, tanpa beban dan tanpa melampaui-Nya.”

Aku bertanya mencari jawaban dalam istikharah-ku, mencoba menguak misteri hidup yang disodorkan-Nya. Beragam pilihan tersaji di depan mata. Mencoba belajar bijak menyikapi agar tiada sesal yang hadir. Seakan itu belum cukup, ujian demi ujian hadir menyesakkan dada, menghimpit jiwa, linglung merana disertai gundah gulana mengiringi rasa dan hampiri putus asa. Namun, keyakinan akan semua janji-Nya melahirkan hikmah mengkristal secuil iman, memberi harapan dan motivasi diri untuk terus menerus berusaha meraih semua kebajikan yang dijanjikan-Nya. Mencapai ridho ilahi, kepuasan Pemilik Alam Semesta atas perlakuan hamba-Nya menjalani kehidupan dunia dengan segala ujiannya.

Kini, kedua anakku telah melampaui tahap perjalanan kehidupan kedua. Terkadang kita harus melepaskan seseorang yang kita cintai bukan karena kita sudah tak mencintainya, tapi justru karena sangat mencintainya kita harus merelakan dia dengan cintanya. Dalam kehidupan ini, begitu banyak hikmah yang akan kita dapat dari apa yang terjadi dalam diri dan segala hal di sekitar kita. Namun ingatlah, jangan jadikan itu sebagai bahan berita yang harus kita bahas. Apalagi bila itu menyangkut aib orang lain, karena Allah saja menutup aib hamba-Nya. Jika saja kita dapat membuka dan menutup telinga sebagaimana kita dapat membuka dan menutup mata dengan mudah. Maka pastilah kita akan terhindar dari mendengarkan banyak kebathilan. Tapi apa yang tidak bisa itu dibisikan-Nya kepada hati, agar kita mengolah, menimbang, merasakan, dan menyimpan apa yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan dirasa oleh hati. Tidak menjadi ghibah, fitnah, dan kebathilan lainnya dalam lisan kita.

Jihad terbesar bagi seorang wanita adalah menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Itulah mengapa wanita begitu rindu sebuah pernikahan, karena dengan pernikahanlah ia menyempurnakan separuh agamanya. Sementara laki-laki menjadi sosok suami, ayah, dan kepala rumah tangga. Sosok yang membentuk kekhalifahan dalam sebuah rumah kecil yang berdaulah untuk bersama-sama hidup menjalankan ibadah. Menjadi sebuah kehormatan serta jalan untuk meraih surga-Nya.

Seringkali terbetik dalam hati, seberapa besar cintaku kepada istri, anak-anak, keluarga, dan kerabatku dibanding cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta, percaya, yakin, taat, dan setia yang kuat akan menjadi kekuatan besar dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan sesuatu yang besar. Tapi terkadang takabbur (sombong) menghampiri, sehingga cinta hilang berganti benci, setia menjadi khianat, taat menjadi kufur. Maka cinta yang baik, selalu ada kadarnya. 

Begitu sering kita menerima perhatian seolah hati kita pun bahagia. Namun, janganlah kita terlalu menggantungkan hati atas perhatian itu, agar saat tak lagi mendapatkannya kita tak terlalu sakit dan kecewa. Seorang muslim akan senantiasa menjaga hati, cinta, dan dirinya hanya untuk seseorang yang kelak dihalalkan Allah di dunia dan akhiratnya. Menyenandungkan kalimat-kalimat cinta nan indah hanya untuknya. Dia tak akan membiarkan dirinya dinikmati oleh semua mata. Dia akan menjaga diri dengan baik sebagai fitrah untuknya.

Sengguh cantik dirimu, istri dan anak-anakku. Pakaian hijabmu seakan menjelaskan tentang keimanan hatimu. Pakaian hijabmu seakan menjelaskan betapa baik hatimu mengiaskan akhlakmu. Meskipun takwamu hanya Allah yang maha tahu, tapi sungguh begitu mudah kau dikenali karena identitasmu sebagai muslimah tampak dalam dirimu. Semoga pakaian hijabmu adalah isyarat untuk menghijabkan hatimu juga.

Ketika taat terasa berat, karena nafsu maksiat semakin kuat, godaan semakin menyilaukan pandangan, dan hati pun semakin kabur dari kebenaran. Coba sejenak tanya pada diri, “Relakah mati dalam keadaan begini? Bukankah maut setiap saat akan menyapa kita?” Allah ta’ala senantiasa punya hadiah untuk hamba-Nya yang sabar. Sebuah cahaya dalam kegelapan, sebuah senyum di sela lara hati, sebuah kemudahan dibalik kesulitan, dan kata ‘Aamiin” dalam setiap doa kita pada-Nya

Duhai anak-anak dan istriku, janganlah larut dalam kesedihan ketika nyata mengisahkan lara dalam kenyataanmu tentang cinta yang kandas di tengah jalan. Hapuslah air matamu dan tersenyumlah. Bersyukurlah pada-Nya atas cara-Nya mengajarimu sabar, atas cara-Nya mengajarimu optimis. Bersyukur akan mempercantik hatimu, karena segala sesuatunya datang dari hati. Tetaplah indah meski terbenam dalam lumpur. Wanita memang dapat menyimpan cintanya bertahun-tahun lamanya. Namun takkan mampu ia menyimpan air mata baik saat hati sakit terluka ataupun tersentuh bahagia.

Ketika kata tak lagi bermakna karena amarah telah kalahkan logika, maka diamlah. Ketika celah seakan tak mau lagi berbagi, ketika lara menghimpit rasa, maka tundukkanlah kepalamu sejenak dan bersujudlah, biarkan air bergulir dari telaga mata. Kelak, dia akan menjadi mutiara hikmah yang bertemu pada muara ketegaran.  

Kita tak bisa mengubah kenangan dan kita pun tidak bisa terus hidup di dalamnya. Namun, kenangan bisa jadi motivasi dalam memperbaiki diri menjadi lebih baik untuk kisah hari ini dan esok.


    18-12-2016

    Editor: Ananda Musdalifah

Komentar