SEKILAS KISAH (2)

 

..sambungan.. (sebelum membaca cerita ini silakan mampir ke tulisan sebelumnya SEKILAS KISAH 1)

SEBUAH SURAT: DARI MASA LALU

Oleh: Ananda Musdalifah

            Tasya dan teman-temannya sudah berada di ruang kelas. Asyik menyantap makanan sambil menanggapi satu-dua topik obrolan. Vey mengganti topik baru.

“Bentar lagi pemilihan Ketua OSIS. Kakaknya mantan gue nyalon tuh.”

“Lah ngapain ngomongin kakaknya mantan, cowok lo ‘kan juga nyalon.” Shi menjawab menimpali ucapan Vey.

“Ya napa sih. Tapi lo pada pilih Kak Galuh ya..”

            Obrolan pun langsung beralih pusat tentang Vey dan pacarnya–Kak  Galuh. Kalau topik ini sudah dibahas, Tasya harus bersiap jadi bulan-bulanan ejekan. Maka dia memilih melipir keluar kelas. Membuang sampah. Berhenti menyimak.

            Semenjak hari itu, topik pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS selalu menduduki pilihan utama yang wajib dibahas. Mau bagaimana lagi, Vey–teman selebritis mereka– menjalin hubungan dengan Kak Galuh, senior yang cukup populer saat itu. Tim inti basket, kandidat ketua osis, dan jangan lupakan paras ala bule-nya yang menjadikannya tipe idaman para gadis ABG di sekolah. Vey juga beberapa kali membahas kakak mantannya yang menjadi rival Kak Galuh di Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Osis. Dan terus berlanjut ke adiknya, Kino.

            Memang nasib Tasya, sudah mata minus, tidak pakai kacamata, dapat giliran duduk paling belakang, pelajaran IPS disuruh mencatat seabrek, ditambah teman semeja seperti Vey yang mulutnya menyimpan aliran cerita yang tidak pernah habis. Tasya hanya pasrah mendengarkan sambil menyalin catatan IPS dari buku Vey, karena tulisan di papan tulis tidak terlihat. Namun, kisah hidup manusia memang saling berkelindan, sebab-akibat, berkaitan. Setelah jam pelajaran berakhir, mereka pun beranjak pulang. Vey sengaja mengajak melintasi lorong kelas delapan di lapangan utama supaya bisa ‘lihat-lihat’ senior. Ketika berjalan, Tasya kembali melihat ‘seseorang’ yang pernah ditemuinya tempo hari. Sebenarnya beberapa hari terakhir pun Tasya sempat melihatnya, tapi tidak dihiraukan. Toh, dia sama saja seperti siswa lain di sekolah itu yang punya kesibukan dan urusan, jadi apa spesialnya?

            Namun kali ini ‘seseorang’ itu berjalan ke arah Tasya dan teman-temannya sambil menatap intens ke arah mereka. Membuat Tasya agak panik, bingung, dan jantung berdegup tidak normal. Mati gue, orang ini kenapa nyamperin. Emang gue salah ngeliat dia dari kemarin? batin Tasya.

            Tiba-tiba Vey bersuara.

“Kak Rasya.. Liat Kak Galuh?”

“Enggak.”

“Oh. Siang basket gak?”

“Basket, nanti mau ngomongin baju juga.”

“Oke Kak. Makasih ya.” Balas Vey riang. Lalu mereka kembali jalan.

            Padahal Vey juga sudah tahu informasi tentang basket itu dari senior yang lain. Memang dasar cari perhatian aja, batin Tasya. Tapi lupakan soal itu, Tasya hendak bertanya.

“Orang yang tadi itu kelas delapan juga? Temen Kak Galuh?”

“Iya. Itu loh, Kakaknya Kino, mantan gue. Masa gak tahu?”

“Mana gue tahu, Kino aja gue gak tahu yang mana.”

“Ya elo makanya nanya. Terus kalo jalan lihat ke kanan-kiri, jangan nunduk doang. Yang lain udah tahu, lo belom. Kudet ah.”

“Kakak kelas yang tadi namanya Rasya?” Tanya Tasya tidak memedulikan ucapan Vey.

“Tau ah. Makanya lo kalo gue cerita didengerin. Jangan buang sampah aja kerjanya.”

Tasya hanya bergeming.

“Kenapa emang, tumben lo nanya-nanya.”

“Enggak, heran aja lo kayak akrab banget tadi ngomongnya. Gue udah panik tadi, jangan-jangan kita mau disuruh operasi semut lagi. Males banget.”

“Ngaco! Dia rumahnya deket sama rumah gue, sama-sama basket juga. Terus satu lagi, dia Kakaknya Kino, mantan gue. Dengerin sih kalo gue cerita, Sya.”

“Iyaa.. Bawel amat sih!”

“Terus ya, Kak Rasya udah punya pacar.” Ujar Vey dengan tatapan agak mengintimidasi.

            Mulai dari perjalanan menyebrang jalan sampai naik ke dalam angkot, topik yang dibicarakan Vey berlanjut seputar Kak Rasya dan Sang Pacar. Teman-teman gerombolan pulang mereka antusias dan takzim mendengarkan Vey, sesekali bertanya atau berpendapat menimpali. Vey memang top. Informan andalan. Manusia-manusia di angkot yang tidak mengenal mereka juga ikut curi-curi dengar. Seketika suasana angkot jadi senyap saat Vey sudah tiba dan turun di tempat tujuan. Vey melambaikan tangan. Tasya hanya tersenyum tipis melihat tingkah teman semejanya. Tapi salah besar kalau kalian mengira Tasya tidak peduli atau tidak mendengarkan cerita tadi. Tasya justru sungguh-sungguh mendengarkan, bahkan tidak sadar mengingatnya, dan boleh jadi mengingatnya lebih dari yang lain.

****

..bersambung..

Komentar