ARTIKEL LAMA (2)

Benarkah Bahasa adalah Wujud Perdamaian atau Pengusik Perdamaian Manusia?

Bahasa adalah sesuatu yang amat kompleks. Karena bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia dan segala hal yang berkaitan dengan manusia sudah pasti adalah sesuatu yang rumit dan krusial. Sebelum membahas kerumitan bahasa dalam kehidupan manusia perlu kita ketahui apa definisi dari bahasa itu sendiri.

Bahasa menurut Bill Adams adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu. Menurut Wittgenstein, bahasa adalah sebuah pemikiran yang dapat dipahami. Selain itu bahasa juga dapat didefinisikan sebagai alat untuk melakukan komunikasi atau interaksi dalam menyampaikan suatu gagasan atau pikiran, konsep, maupun perasaan yang digunakan oleh seorang manusia berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat kecap manusia. Bahasa tidak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai sarana integrasi dan adaptasi.


Lahirnya bahasa sejalan dengan rutinitas kehidupan manusia, terus berkembang, dan berkesinambungan. Bahasa yang digunakan manusia sangat beragam. Karena setiap kelompok manusia menciptakan sendiri bahasa yang digunakannya, maka tidak heran jika setiap daerah atau negara memiliki bahasanya masing-masing. Hal itu adalah wujud dari sifat bahasa yang bersifat arbitrer dan konvensional.

Pertanyaannya sekarang adalah “Sejak kapan seorang manusia dapat menggunakan bahasa?”

Sejak anak manusia lahir di dunia maka sejak saat itulah ia mampu menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah tangisan dan gerak-gerik tubuhnya. Bahasa inilah yang digunakan sang bayi, ibu, bapak, dan orang disekitanya untuk berkomunikasi.

Persoalan berikutnya adalah “Perlukah bahasa persatuan untuk mewujudkan suatu perdamaian?”

Telah kita bahas sekilas bahwa bahasa yang digunakan manusia di dunia sangat banyak dan beragam. Di Indonesia saja menurut hasil penelitian Badan Pengembangan & Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah bahasa di Indonesia mencapai 652 bahasa dari 2.542 daerah yang diamati. Karena keberagaman itulah diciptakan suatu bahasa sebagai alat pemersatu. Dimana bahasa pemersatu ini berfungsi untuk mempermudah gerak manusia untuk berinteraksi dan mewujudkan kesepahaman juga kedamaian.

Akan tetapi jika lebih dikritisi kembali, adanya bahasa persatuan justru malah mengusik perdamaian manusia dibanding jika kita hanya mengerti bahasa masing-masing. Kita bisa berkaca kembali dengan seorang bayi. Ketika seorang bayi baru lahir dan hanya bisa menggunakan bahasa versinya justru akan terlihat sangat damai karena ia belum mengerti bahasa yang digunakan orang-orang disekitarnya. Seorang bayi tidak akan tersinggung apabila ada orang yang mengejek atau mengolok-oloknya, semenyakitkan apapun kata-kata yang diucapkannya seorang bayi tidak akan pernah tersinggung dan senantiasa tetap merasa damai dengan dunianya, sehingga tidak akan muncul suatu konflik.

Contoh lainnya adalah orang-orang yang hidup di daerah pelosok. Orang-orang di daerah pelosok yang masih mempertahankan kemurnian budaya, tradisi, dan bahasanya tanpa terpengaruh dari luar justru kehidupannya terasa lebih tenteram dan damai dibandingkan dengan sekelompok masyarakat yang telah berbaur dan melek dengan globalisasi.

Adanya bahasa persatuan yang dapat dimengerti semua orang, disisi lain dapat menjadi pemicu timbulnya konflik dan perpecahan. Akibat bahasa pemersatu yang saling dimengerti memungkinkan semua elemen masyarakat untuk berkata-kata sesuka hatinya tanpa menyadari bahwa kata-kata itu dimengerti oleh semua orang dan dapat menimbulkan ketersinggungan. Sehingga terjadilah konflik dan perseteruan yang akan mengusik perdamaian manusia.

Lalu jika demikian, apakah bahasa persatuan itu tidak diperlukan?

Jawabannya adalah sangat diperlukan. Pemaparan tadi dapat dijadikan sebagai bahan refleksi pemikiran untuk kita mengenai pentingnya bersikap bijak dalam berbahasa. Bahasa persatuan atau bahasa apapun itu, dapat berpotensi menimbulkan konflik dan mengusik perdamaian apabila manusianya tidak mampu bersikap bijak dalam berbahasa. Karena kedudukan bahasa hanya sebagai objek yang sangat tergantung kepada subjeknya, yaitu manusia.

Manusia inilah yang dituntut kebijakannya untuk memberikan sebuah kontribusi yang baik untuk mengatasi kesalahpahaman bahasa yang terjadi. Manusia harus senantiasa bijak menyikapi kondisi keberadaannya, terlebih jika kita berada di tengah-tengah masyarakat multikultural. Setiap bijak, besar hati, dan toleransi sangat berguna untuk menyeleraskan pemahaman dan modal utama untuk menciptakan perdamaian.

Bahasa tidak bisa dikambinghitamkan menjadi penyebab timbulnya konflik dan perpecahan. Bahasa juga bukanlah pengusik kedamaian manusia. Karena jika demikian, maka bahasa adalah sesuatu yang harus dimusnahkan. Tetapi perlu kita ketahui bahwasannya keberadaan bahasa tidak akan pernah hilang. Bahasa hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya manusia itu sendiri.

#OneDayOnePost
#ODOPBATCH5

Komentar